Oleh: N. Sastro
Secara statistik keterwakilan perempuan pada Daftar Caleg Tetap (DCT) Kabupaten Lebong di PEMILU 2024 mencapai 36% atau 83 orang dari 231 orang caleg.
Bila ditelusuri, baru 5 partai politik (parpol) yang berani menempatkan caleg perempuan di nomor urut pertama pada daerah pemilihan (dapil) tertentu. Pada partai politik lain, caleg perempuan di posisi urutan lebih dari tiga atau bisa dikatakan hanya dipasang untuk kelengkapan kebijakan keterwakilan perempuan.
Selain itu, berdasarkan penelusuran, sebagian besar caleg perempuan Kabupaten Lebong selama ini tidak aktif di parpol dan tidak juga pengurus organisasi kemasyarakatan.
Kebanyakan mereka memang caleg dadakan, tidak sempat dipersiapkan oleh partai politik atau organisasi masyarakat sipil lainnya.
Kalau dilihat dari jumlah perempuan yang bisa masuk ke legislatif Kabupaten Lebong selama ini terbanyak hanya empat orang dan di 2019-2024 berkurang menjadi tiga orang. Besar kemungkinan ada 80 orang caleg perempuan di Kabupaten Lebong akan gagal.
Menurut Dr. Titik Kartika Hendrastiti, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Bengkulu (UNIB) yang juga aktivis Koalisi Perempuan Indonesia menyampaikan di daerah parpol masih kurang berminat mengkader para perempuan. Ini terlihat dari komposisi dan jumlah perempuan duduk dalam kepengurusan parpol.
Budaya selama ini memandang politik itu bukan pertarungan untuk perempuan. Terdapat juga norma yang dijalankan yang tidak berpihak pada perempuan, misal waktu rapat biasanya sering malam-malam.
Dalam pertemuan-pertemuan politik juga gampang ditemui perkataan yang sangat seksis dan memojokkan perempuan kerap dijumpai.
Kedepan tidak ada pilihan lain, kelompok masyarakat sipil dan perguruan tinggi harus menyiapkan para perempuan potensial di daerah untuk siap masuk ke parpol.
Kelompok masyarakat sipil dan perguruan tinggi harus membentuk melakukan pemetaan parpol yang punya visi keberpihakan pada perempuan. Memperkuat pemahaman tentang sistem politik parlemen hingga mempersiapkan rancang media kampanye dan tentu para pemilih perempuan itu sendiri.
Dalam jangka pendek kita hanya bisa mengajak mereka yang terpilih untuk duduk bersama memperkuat narasi dan data serta program yang harus menjadi agenda para perempuan di parlemen.
Bagi mereka yang tidak terpilih, proses ini ditempatkan menjadi pembelajaran untuk ke depan. Caleg perempuan harus terus mengkonsolidasi keluarga, teman, dan masyarakat untuk menentukan identitas politik mereka sehingga menjadi ciri khas yang akan terus melekat dan diperjuangkan dan sampai akhirnya caleg perempuan memiliki massa organik sendiri.
Pasca pemilu 2024, teman-teman yang pernah ikut mencegah keterlibatan politik perempuan ini penting untuk didekati dan didengarkan alasan dan upaya ke depan yang akan dilakukan terkait pendidikan politik dan parpol. Narasi mereka menjadi penting bagi kita menyusun strategi dan tahapan pendidikan dan rancangan upaya konsolidasi identitas sosial mereka.
DR. Dra. Budi Wahyuni M,M., M.A., Komisioner Komnas Perempuan periode 2015-2019 mengatakan, harus dimulai memetakan parpol yang memiliki visi-misi atau komitmen terhadap perempuan serta melakukan langkah mendesakkan partai politik hingga memperkuat komitmen dan pendidikan pengkaderan untuk perempuan.
Fakta menunjukkan, sebagian besar parpol belum cukup baik memahami beragam isu perempuan yang harus diperjuangkan.
Kita juga ke depan harus memiliki narasi yang spesifik kenapa perempuan harus hadir di parpol dan menjadi caleg.
Langkah mempersiapkan para perempuan dan pendidikan politik itu harus dilakukan dari sekarang. Membangun modal sosial itu butuh waktu lama, ruang perempuan untuk belajar politik itu harus diciptakan.
Tantangannya, pada siapa para perempuan itu akan belajar? Kita belum bisa berharap banyak pada parpol dalam waktu dekat. Tapi ini sangat mungkin dilajukan teman-teman Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) universitas, organisasi masyarakat sipil atau NGO.
Mengisi ruang keterwakilan perempuan dalam parlemen memang tidaklah mudah. Merubah budaya patriarki dan sistem politik yang cerminnya penuh dengan wajah laki-laki, butuh dukungan banyak pihak, perguruan tinggi, kelompok masyarakat sipil, parpol, penyelenggara pemilu, pemerintah, dan para perempuan itu sendiri.
Pemerhati Perempuan dan Politik, saat ini beraktifitas sebagai Kepala Biro Kabarindonesia.co Bengkulu.