Oleh: Roni, S.P (Direktur Utama BIMA Scientific Andalan– BIMA TECH)

Sebagai negara yang memiliki banyak hutan tropis, Indonesia memiliki potensi besar untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon. Salah satu bentuk partisipasi Indonesia dalam perdagangan karbon adalah melalui skema Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+).
REDD+ adalah program yang didukung oleh PBB untuk mendorong pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang. Sebagai negara dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon melalui program REDD+. Program ini melibatkan pemerintah, masyarakat lokal, dan sektor swasta untuk melindungi hutan dan mengurangi emisi karbon.
Selain melalui program REDD+, Indonesia juga berpartisipasi dalam perdagangan karbon melalui program Clean Development Mechanism (CDM) yang diatur oleh Protokol Kyoto. Program CDM memungkinkan negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi karbon melalui proyek-proyek berkelanjutan, dan menjual kredit karbon yang dihasilkan kepada negara-negara yang memiliki kewajiban untuk membatasi emisi.
Indonesia juga telah menciptakan skema perdagangan karbon sendiri, yaitu Indonesian National Carbon Trading Scheme (INCTS). INCTS merupakan sistem perdagangan karbon nasional yang dirancang untuk mendorong pengurangan emisi di sektor industri dan energi di Indonesia. Skema ini telah memulai uji coba sejak tahun 2020 dan diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi karbon di Indonesia.
Secara keseluruhan, Indonesia memiliki potensi besar untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon melalui program-program tersebut. Dalam rangka memanfaatkan potensi ini, pemerintah Indonesia perlu terus memperkuat kebijakan dan infrastruktur yang mendukung partisipasi Indonesia dalam kebijakan carbon pricing yang merupakan salah satu bentuk kebijakan pemberian insentif kepada pihak-pihak yang mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC).
Dokumen tersebut merupakan rencana nasional yang diserahkan oleh negara-negara anggota kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai bagian dari upaya global untuk mengatasi perubahan iklim sebagai bentuk implementasi Artikel 6 Paris Agreement, (NDC Road Map, KLHK 2020).
Dalam Artikel 6 Paris Agreement berisikan tentang kerja sama internasional dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperkuat kapasitas adaptasi dan mempercepat aksi-aksi dalam mitigasi. Pasal ini terdiri dari tiga bagian.
Bagian pertama menekankan pentingnya kerja sama internasional dengan cara yang efektif dan efisien. Bagian ini mengakui bahwa negara-negara dapat berbagi sumber daya dan teknologi untuk mendukung implementasi niat mereka untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Bagian kedua mengatur tentang mekanisme pasar (carbon markets) untuk memenuhi target pengurangan emisi GRK. Mekanisme ini memungkinkan negara anggota menyerahkan bagian dari target pengurangan emisi mereka melalui transaksi antar-negara atau antara sektor, dengan menghasilkan kredit karbon. Pada Artikel 6, negara dapat membuat mekanisme pasar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi mereka, dengan tetap memenuhi prinsip kesetaraan dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pengurangan emisi global.
Bagian ketiga mengatur tentang mekanisme non-pasar, yaitu kerja sama dan bantuan antar-negara dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperkuat kapasitas sama teknis, kapasitas institusional, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan transfer teknologi antar-negara.
Pemulihan Lingkungan di Indonesia
Pemulihan Lingkungan atau lebih dulu dikenal dengan istilah Restorasi Ekosistem adalah suatu upaya untuk mengembalikan fungsi ekosistem yang rusak atau terganggu karena aktivitas manusia atau alamiah menjadi kembali stabil dan produktif. Di Indonesia, Pemulihan Lingkungan, terutama di kawasan hutan dilakukan dengan memulihkan lahan-lahan yang telah mengalami kerusakan dan degradasi, serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu bentuk Pemulihan Lingkungan kawasan hutan di Indonesia adalah program Restorasi Hutan dan Lahan (RHL). Program ini dicanangkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan tujuan memulihkan 2 juta hektar lahan yang terdegradasi dan mengembalikan fungsi hutan yang rusak menjadi produktif dan berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya dan memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat, serta menjaga keberlanjutan dari upaya pemulihan tersebut.
Sementara itu, bagaimana strategi mengelola Pemulihan Lingkungan yang terstandar pada Peraturan Menteri LHK, langkah-langkah tersebut antara lain Identifikasi dan pemetaan lahan yang akan dipulihkan yang dilakukan dengan cara-cara yang dipaparkan di bawah.
Pertama, dalam mengelola pemulihan lingkungan adalah mengidentifikasi dan memetakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti kondisi lahan, jenis vegetasi asli, tingkat kerusakan lahan, dan faktor lingkungan lainnya.
Kedua adalah melakukan pemulihan vegetasi asli pada lahan yang dipulihkan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penanaman pohon atau jenis tumbuhan lain yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim setempat.
Ketiga melakukan pengendalian hama dan penyakit. Setelah melakukan penanaman, langkah selanjutnya adalah melakukan pengendalian hama dan penyakit pada tanaman yang ditanam. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan tanaman dan mencegah kerusakan pada lahan yang telah dipulihkan.
Empat adalah pengendalian lahan yang dilakukan dengan pemeliharaan lahan secara teratur. Hal ini termasuk melakukan perawatan tanaman dan memantau kondisi lahan untuk mencegah kerusakan atau penyebaran hama dan penyakit.
Kelima, melakukan mitigasi kebakaran. Langkah penting perlu diambil dalam pencegahan dan mengatasi kebakaran lahan dengan menyediakan prosedur teknis, peralatan, dan sumber daya manusia yang memadai.
Enam, melakukan pengawasan dan evaluasi. Langkah terakhir adalah melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap kondisi lahan yang telah pulih. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa Pemulihan Lingkungan berjalan dengan baik dan memberikan manfaat lingkungan yang optimal.
Hasil Program Pemulihan Lingkungan kawasan hutan di Indonesia dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan hidup, seperti meningkatkan produktivitas lahan, menyediakan air bersih, memperbaiki kualitas udara, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam. Selain itu, Pemulihan Lingkungan juga dapat berkontribusi dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, karena hutan dan lahan yang sehat dapat menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan mengurangi risiko bencana alam.
Pada sisi bersamaan, pemerintah Indonesia juga telah menawarkan berbagai insentif dan kebijakan untuk mendorong investasi dalam Pemulihan Lingkungan, termasuk melalui program Izin Usaha Pemulihan Lingkungan yang dikeluarkan oleh KLHK. Program ini menawarkan berbagai kemudahan dan insentif bagi investor yang tertarik untuk melakukan Pemulihan Lingkungan di Indonesia, seperti perpanjangan izin usaha pembebasan lahan dari kawasan hutan, dan akses pendanaan dari pemerintah atau lembaga keuangan internasional.
Dengan adanya insentif dan dukungan pemerintah, serta semakin meningkatnya kesadaran global tentang pentingnya Pemulihan Lingkungan, maka peluang investasi dalam bidang ini semakin terbuka bagi investor lokal maupun internasional. Namun demikian, investasi dalam Pemulihan Lingkungan tidak hanya menjanjikan keuntungan finansial, tetapi juga memiliki dampak positif dalam memperbaiki kualitas lingkungan hidup dan mengurangi emisi GRK.
Perdagangan Karbon
Perdagangan karbon dipandang sebagai kemajuan besar untuk mencapai tujuan jangka panjang dari Kyoto Protocol dan Paris Agreement. Gagasan “pendekatan pasar” tersebut dilihat dapat membantu pemerintah mencapai target pengurangan karbon nasional mereka. Melalui transaksi internasional dalam kredit pengurangan karbon, pendekatan pasar juga dapat mendorong sektor swasta untuk berkontribusi dalam mengurangi emisi GRK (ICTH, 2022).
Mekanisme jual beli karbon biasanya melibatkan dua jenis pasar: pasar primer dan pasar sekunder. Pasar primer adalah tempat di mana sertifikat karbon yang baru diterbitkan pertama kali diperdagangkan, sementara pasar sekunder adalah tempat di mana sertifikat karbon yang sudah ada diperdagangkan.
Untuk menjual karbon di Indonesia, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya, membuat proyek pengurangan emisi atau penyerapan dan penyimpanan karbon: Proyek harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh KLHK dan diakui oleh mekanisme sertifikasi, seperti Verified Carbon Standard (VCS), Climate, Community and Biodiversity Standard (CCB), atau Gold Standard. Proyek ini bisa berupa proyek kehutanan, pengelolaan limbah, dan energi terbarukan.
Mendapatkan izin dari KLHK. Proyek pengurangan emisi atau penyerapan dan penyimpanan karbon. Izin yang diperlukan adalah Izin Penyerapan dan Penyimpanan Karbon (IUPPK).
Mendapatkan sertifikasi. Setelah proyek berjalan, pihak yang mengelola proyek harus mendapatkan sertifikasi dari mekanisme sertifikasi seperti VCS atau CCB. Sertifikasi ini akan memastikan bahwa proyek memenuhi standar internasional untuk mengurangi emisi GRK dan menyerap serta menyimpan karbon dioksida.
Mengajukan kredit karbon ke bursa karbon. Setelah memperoleh sertifikasi, pihak yang mengelola proyek dapat mengajukan kredit karbon ke bursa karbon. Di Indonesia, terdapat beberapa bursa karbon seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX). Pihak yang ingin menjual kredit karbon harus mematuhi aturan dan prosedur yang ditetapkan oleh bursa karbon – rencana realisasi Bursa Karbon akan dimulai pada semester II 2023.
Menjual kredit karbon. Setelah kredit karbon dijual di bursa karbon, pihak yang menjual akan menerima pembayaran dari pembeli. Harga kredit karbon di pasar karbon bervariasi tergantung pada permintaan dan penawaran di pasar.
Perdagangan karbon di Indonesia memiliki masa depan yang menjanjikan, mengingat negera kita memiliki sumber daya alam sebagai bahan baku dalam mengurangi emisi GRK. Beberapa sector yang potensial pengurangan emisi GRK di Indonesia meliputi sektor energi, pertanian, kehutanan, dan transportasi.
Dalam jangka panjang, masa depan perdagangan karbon di Indonesia sangat tergantung pada seberapa besar Indonesia dapat mengurangi emisi GRK dan seberapa besar permintaan akan karbon kredit dari negara-negara industri maju. Namun, dengan dukungan pemerintah dan organisasi internasional, Indonesia memiliki potensi besar untuk memainkan peran penting dalam perdagangan karbon global dan mempercepat perubahan menuju ekonomi berkelanjutan dan rendah karbon.