Banyak dari kita yang mencibir ketika seorang seniman atau pengrajin bonsai sedang menikmati proses kreatif membentuk bonsai. Tak jarang orang akan berkomentar, menyiksa pohon, kurang kerjaan, dan sebagainnya.
Bagi yang tak tertarik, tak menyukai, dan tak mencintai bonsai tentu tidak akan pernah tahu begitu besar sebenarnya filosofi yang terkandung dalam bonsai.
Dalam artikel berikut, Anjar Sulistyo, reporter kabarindonesia.co sekaligus petani dan pecinta bonsai dari Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung menuliskannya untuk pembaca semua mulai dari filosofi, sejarah, dan gaya bonsai yang umum dikenal di Indonesia.
Artikel ini ditulis dari berbagai sumber yang yakini bisa mendukung para pecinta bonsai untuk lebih memahami bonsai dan segala seluk beluknya. Pada bagian akhir artikel juga ditampilkan video demontrasi yang dilakukan oleh salah satu anggota Perhimpunan Pecinta Bonsai Indonesia (PPBI) Pesawaran dalam membuat bonsai dari bahan mentah ke bonsai setengah jadi.
Filosofi Bonsai
Bonsai bukan sekedar tanaman kerdil yang sengaja disiksa agar jadi elok dipandang mata. Lebih dari itu, bonsai ternyata memiliki filosofi mendalam.
Dilansir dari Kompas.com, ada beberapa alasan mengapa tanaman bonsai menarik untuk dipelihara dan bisa mengubah hidup kita. Kehadiran bonsai bisa menjadi terapi untuk stres serta mengajari kita untuk bersabar dan lebih kuat.
Bonsai dan feng shui juga memiliki banyak kesamaan. Tanaman ini dilatih untuk tumbuh dalam bentuk yang mewakili keseimbangan alam, sama seperti feng shui yang menumbuhkan harmoni melalui kekuatan yin dan yang dalam satu lingkungan.
Sejarah Bonsai
Menurut buku “Budidaya Bonsai” yang ditulis oleh Iswarta Bima (2019), istilah bonsai merujuk pada bahasa Jepang, yakni ‘bon’ yang berarti pot atau ‘dangkal’ dan ‘sai’ yang berarti tanaman. Dengan demikian, bonsai dapat diartikan sebagai tanaman yang dikerdilkan dan ditanam dalam pot.
Namun, tak semua tanaman dalam pot bisa disebut bonsai jika tidak memiliki kriteria bonsai. Kerdil dalam seni bonsai adalah tanaman yang memiliki penampilan lebih mungil daripada tanaman aslinya.
Hanya pohon yang memiliki karakter tua, usia panjang, dan bisa mewakili sebagai miniatur pohon aslinya yang bisa dijadikan bonsai.
Yang menarik, meskipun kata bonsai diambil dari Bahasa Jepang, pelopor kesenian bonsai adalah China. Seni bonsai pertama kali muncul di China pada masa pemerintahan dinasti Tsin (265-420).
Di masa dinasti Tang (618-907), seni mengerdilkan tanaman ini semakin diminati. Itulah mengapa kita banyak melihat tanaman bonsai ada dalam lukisan-lukisan yang dibuat pada zaman dinasti Tang. Masyarakat China saat itu tidak mengenal nama bonsai. Saat ini, seni pemangkasan tanaman biasa disebut penjing o dan seni ini sangat digemari oleh para pejabat kerajaan.
Pada masa pemerintahan dinasti Yuan (1280-1368), banyak pejabat, pelajar, maupun pedagang dari Jepang di Cina membawa bonsai ke negaranya, yang kemudian berkembang pesat. Sementara istilah bonsai sendiri muncul pada pemerintahan Kamakura (1192-1333), yang dicatat dalam Kasuga Srhire. Sejak masa Kamakura, tanaman kerdil ini mulai semakin digemari yang pada akhirnya mencakup seluruh lapisan masyarakat.
Tanaman bonsai semakin digemari di masa pemerintahan Edo (1615-1867), terutama setelah dimunculkan sebagai pemberi warna dalam memperindah lukisan dan syair dalam bentuk southerm sung (semacam seni lukis dan seni sastra pada akhir pemerintahan Edo).
Sejarah Bonsai di Indonesia
Belum ada sumber menyatakan kapan sesungguhnya bonsai masuk ke Indonesia. Tapi banyak pihak bersepakat jika bonsai mulai berkembang di Indonesia sejak dibentuknya Perkumpulan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI).
PPBI didirikan pada tanggal 31 Agustus 1979 yang diketuai oleh Soegito Sigit. Anggota pertama kali hanya berjumlah tujuh orang saja. Ini merupakan awal dari perkembangan seni bonsai di Indonesia. Namun pada tahun 1995, PPBI sudah memiliki 44 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia dengan anggota yang telah Universitas Sumatera Utara berjumlah lebih dari 10.000 orang.
Tercatat nama Menteri Kehakiman zaman Orde Baru, Ismail Saleh beserta jajaran PPBI pusat lainnya yang merintis mula-mula tumbuhnya bonsai di Indonesia.
Kini komunitas penggemar bonsai di Indonesia bukan hanya dari PPBI saja, banyak bermunculan komunitas-komunitas bonsai lainnya. Seperti Asosiasi Klub Seni Bonsai Indonesia AKSISAIN, Bonkei Siwalan Club, dan komunitas-komunitas bonsai lokal hingga nasional lainnya.
Gaya-Gaya Bonsai
Bonsai bukan sekedar tanaman atau pohon yang ditanam di dalam pot. Ada beberapa syarat estetika agar sebuah pohon atau lebih yang ditanam dalam pot bisa disebut sebagai bonsai. Termasuk gaya pohon dalam pot tersebut.
Berikut beberapa gaya bonsai klasik yang diketahui penulis :
Bunjin (Meliuk)

Gaya Bonsai menjadi salah satu style yang banyak digemari para pecinta tanaman hias bonsai.
Karakteristik gaya ini adalah batang kecil berkelok-kelok yang ditumbuhi daun di bagian atasnya.
Perpaduan tersebut membuat tampilan bonsai menjadi eksotis
Shakan Style (Gaya Miring)

Ciri dari style bonsai miring (Shakan Style) adalah batang yang tidak lurus tetapi miring ke samping.
Dahan dan daun pun sebisa mungkin dibuat tegak lurus ke atas.
Jika diperhatikan lebih detail, mirip tanaman yang terkena angin.
Chokkan Style (Tegak Lurus)

Selanjutnya adalah gaya tegak lurus (Chokkan Style). Batang pohon dibuat tegak lurus ke atas. Idealnya diameter batang pohon semakin ke atas semakin mengecil. Selain itu, akar harus dibuat menyebar merata ke penjuru pot.
Sharimiki Style (Pohon Lapuk)

Tampilan batang mengelupas di beberapa bagian merupakan karakteristik dari gaya bonsai sharimiki. Penampilan seperti itu akan menimbulkan kesan lapuk dan tua.
Gaya ini cocok disimpan di taman bonsai depan rumah. Selanjutnya ada gaya yang tergolong unik dan menarik. Akar pohon dibiarkan tumbuh di atas bebatuan. Sebelum menerapkan style ini pastikan bebatuan dan pohon yang digunakan selaras.
Kengai Style (Gaya Air Terjun)

Pohon dibuat tumbuh menukik ke bawah seperti air terjun. Untuk membuat gaya satu ini diperlukan ketelatenan untuk menjaga pohon tumbuh berlawanan dengan arah gravitasi.
Dalam bahasa Jepang, gaya ini dikenal dengan nama Kengai.
Yose-ue Style (Hutan)

Selanjutnya ada gaya bonsai yang melibatkan lebih dari satu pohon.
Konsep ini layaknya hutan lebat dan menarik untuk dipakai. Kamu bisa menambahkan rumput untuk menciptakan tampilan yang lebih natural.
Bankan Style (Melingkar Kasar)

Ciri dari gaya batang kasar (Bankan Style) adalah batang yang melingkar ke atas. Batang yang menjulur ke atas itu pada beberapa bagian terlihat mengelupas. Untuk membuat Bankan Style, prosesnya lumayan rumit.
Kabudachi Style (Satu Bonggol Banyak Batang)

Berbeda dengan Yose-ue, Kabudachi adalah bonsai yang memiliki jumlah batang banyak dari satu bonggol.
Jika lebih dari satu bonggol atau genap, umunnya kurang disukai dan tidak estetik.
Anjar Sulistyo, Pecinta Bonsai