Bengkulu, Kabarindonesia.co
Lebih dari lima puluh orang yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Selamatkan Demokrasi menggelar mimbar bebas di Simpang Lima jantung Kota Bengkulu. Aliansi Pejuang Selamatkan Demokrasi ini berasal dari akademisi, seniman, masyarakat sipil, organisasi mahasiswa seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI).
Aksi damai yang digelar kali ini bertajuk ‘Rezim Tuna Etika’ dan bertujuan menggugah kesadaran masyarakat atas erosi demokrasi yang terjadi di Indonesia.
Menurut Ricki Pratama Putra selaku koordinator lapangan (korlap) mimbar bebas, proses demokrasi yang terjadi telah menghancurkan pilar konstitusi. Perilaku elit penguasa dalam demokrasi telah mengabaikan etika berbangsa. Hal tersebut akan berdampak pada perpecahan dan kemunduran dalam berdemokrasi.
“Mimbar bebas malam ini, tempat kita yang terus peduli akan negeri ini, menyampaikan sikap lewat orasi, pembacaan puisi, dan menyanyikan lalu perjuangan. Kita menyampaikan pesan pada semua pihak kalau masih ada yang waras dan sadar melihat kondisi erosi demokrasi saat ini,” teriak Ricki.
Dalam massa aksi juga terlihat Ahmad, mantan Ketua Teater Basurek membacakan puisi Lawan karangan Wiji Tukul.
“Aksi ini merupakan praktek nyata untuk ikut mengawal proses pemilu yang akan dilakukan tiga hari ke depan dan dilakukan dalam waktu yang sempit ini,” kata Ahmad.
Terlihat hadir juga beberapa aktivis 1998 dan pengacara muda mendampingi massa aksi yang melakukan mimbar bebas. Aksi diakhiri dengan membacakan Deklarasi Ratu Samban ‘Seruan Tobat Demokarasi’.
N. Sastro