Siapa tak mengenal kopi Lampung Barat? Keberadaan Lampung Barat sebagai salah satu daerah penghasil biji kopi terbaik di Lampung, bahkan Indonesia tidak terbantahkan.
Letak geografi di dominasi perbukitan, hingga berada di daerah pada ketinggian 500-1.000 Mdpl, maka tak heran Lampung Barat dikenal dunia memiliki cita rasa khas pada tiap buah biji kopi dihasilkan. Bahkan itu menjadikan kabupaten setempat sebagai kawasan percontohan perkebunan nasional untuk penghasilan biji kopi.
Dari data yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, jumlah produksi kopi di Kabupaten Lampung Barat (Lambar) selama 2020 mencapai 57.930 ton.
Sedangkan pada tahun 2021, tercatat mencapai 43.715 ton biji kering dari lahan seluas 48.736 hektare (ha). Pencapaian itu kurang target produksi yang telah ditetapkan ditetapkan sebanyak 60.950 ton dengan tingkat produktivitas 1,15 ton/ha. Artinya, pencapaian produksi kopi selama 2021 turun hingga 28,28% jika dibandingkan dengan tahun 2020.
Sedangkan pada tahun 2022, produksi kopi Lampung Barat mencapai 56.054 ton dari luas lahan areal perkebunan kopi sebanyak 54.104 hektare.
Terdapat kenaikan produktivitas kopi Lambar pada 2022 mencapai 1.123kg/ha. Produksi kopi pada 2022 meningkat sebesar 2,7% dibanding tahun sebelumnya.
Tahun 2023 ini, walapun belum ada laporan resmi dari instansi terkait, banyak pihak, terutama petani kopi yang memprediksi produksi kopi Lampung Barat menurun.
Kecenderungan ketidakstabilan produktivitas kopi Lampung Barat itu ditengarai disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh, kabarindonesia.co berkesempatan untuk mewawancarai Bupati Lampung Barat Periode Tahun 2017-2022, Parosil Mabsus.
Parosil Mabsus berkenan menerima Pemimpin Umum kabarindonesia.co, Hidayati yang ditemani oleh Kepala Biro kabarindonesia.co Lampung Barat, Kristian Agusani dan Kepala Biro kabarindonesia.co Kota Metro, Galang Marhainda pada Rabu, 20 September 2023 di kediamannya di Pekon Purawiwitan, Kecamatan Kebun Tebu, Kabupaten Lampung Barat.
Ketika waktu baru menunjukkan pukul 07.15 WIB, ditemani suguhan kopi hangat khas Lampung Barat yang terasa sebagai penghangat tubuh, kabarindonesia.co bisa melakukan wawancara khusus dengan Parosil Mabsus yang dikenal dengan julukan Bupati Kopi itu.
Berikut hasil wawancara lengkapnya.
Kabar Indonesia :
Pak Parosil, Lampung Barat dikenal sebagai penghasil utama kopi robusta di Indonesia. Tapi di lapangan sebenarnya masih banyak ditemukan kelemahan-kelemahan, misalkan pemanenan petik hijau dan penjemuran kopi tanpa alas. Apa yang sudah dilakukan Bapak selama memimpin Lampung Barat untuk mengatasi hal-hal seperti ini?
Parosil Mabsus :
Pertanyaan itu sudah dijawab konkret oleh saya saat masih menjabat sebagai Bupati Lampung Barat. Pertama soal mutu dan peningkatan kwalitas kopi. Pemkab Lambar sudah mengeluarkan dan menjalankan kebijakan soal petik merah. Jadi kopi belum dipanen kalau belum merah dan masak. Petik merah akan membuat kwalitas kopi lebih bermutu, cita rasanya lebih baik, dan harganya jadi lebih tinggi. Kita juga sudah memberikan pemahaman pada petani agar tidak menjemur kopi langsung bersentuhan dengan tanah dan memakai alas. Untuk itu kita sudah memberikan bantuan berupa terpal dan pembangunan pelataran jemur.
Kabar Indonesia :
Lalu bagaimana dengan penggunaan pupuk kimiawi yang awalnya bisa meningkatkan produktivitas, tapi akhirnya malah jadi bumerang bagi petani kopi?
Parosil Mabsus :
Petani kopi kita memang tergantung pada pada pupuk kimia. Karena ini bagian dari perawatan. Karena perawatan tidak hanya ngored untuk membersihkan rumput. Yang praktis itu dengan racun semprot rumput. Saya sudah himbau petani. Kurangi penggunaan zat-zat kimia baik dalam penggunaan pupuk atau racun rumput. Ini akan menyebabkan produksi kopi turun di kemudian hari, cita rasanya berkurang, dan bisa berefek kurang baik tubuh penikmat kopi.
Kabar Indonesia :
Kemudian Pak Parosil dikenal sebagai Bupati Kopi. Pak Parosil juga dikenal telah menggagas dan membangun SEKOLAH KOPI di Lampung Barat. Kalau boleh tahu, apa tujuan dibangunnya SEKOLAH KOPI?
Parosil Mabsus :
Bupati kopi disematkan oleh warga. Kalau saya peduli kopi itu karena orang tua saya petani kopi, saya hidup di tengah petani kopi, dan saya bisa jadi bupati juga karena kopi. Jadi wajar saya peduli sama kopi.
Sekolah Kopi itu salah satu program dari rangkaian program yang saya lakukan untuk memajukan kopi Lampung Barat. Saya mulai dari Festival Kopi. Dilanjutkan dengan Kampung Kopi, dan yang belum sempat terwujud itu saya ingin bangun Museum Kopi di Lampung Barat.
Dari rangkaian program untuk kemajuan kopi itu, Lampung Barat dapat banyak penghargaan. Dari Menparekraf kita dapat peringkat 5 besar nasional untuk kategori desa wisata. Lampung Barat juga dapat penghargaan kabupaten yang inovatif. Terpenting bagi saya adalah mengangkat derajat ekonomi warga dan pekonnya. Dari yang dulu tertinggal jadi bisa lebih maju. Selain itu, saya juga ingin menjaga dan memajukan eksistensi kopi Lampung Barat.
Kabar Indonesia :
Sebagai komoditas andalan yang menunjang kehidupan hampir seluruh warga Lambar, kopi robusta Lambar sedang dihadapkan pada sebuah tantangan besar. Tantangan itu perubahan iklim. Perubahan iklim ini menyebabkan produksi kopi terus menerus menurun. Menurut Pak Parosil, bagaimana seharusnya petani, Pemkab Lampung Barat, dan seluruh elemen warga menghadapi persoalan ini?
Parosil Mabsus :
Kita semata-mata gak bisa menyalahkan iklim. Dari dulu sampai sekarang, Lambar ini beriklim dingin. Kalau menurut saya lebih ke pemeliharaan selain perubahan iklim. Misalnya, sekarang ini terjadi perubahan pergeseran budaya dan perilaku berkebun kopi. Kalau dulu, sebelum ramai media sosial, petani kalau berangkat ke kebun jalan kaki sebelum jam 6 pagi. Setelah Sholat Subuh. Pulangnya sore atau malam hari. Kalau sekarang mereka sudah bisa naik motor atau mobil. Jadi kerja di kebun hanya sebentar, terus siang sudah pulang. Kalau dulu, mereka sampai nginap di kebun. Jelasnya, media sosial dan modernisasi lainnya itu bikin petani malas-malasan kerja di kebun. Itu tak bisa dipungkiri.
Kabar Indonesia :
Jadi bukan karena perubahan iklim semata ya Pak?
Parosil Mabsus :
Salah satunya karena perubahan iklim. Faktor lain yang menyebabkan produktivitas menurun itu banyak. Usia pohon kopi yang sudah tua, pergeseran budaya kerja, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan, dan mulai menipisnya unsur hara di kebun. Jadi banyak faktorlah. Belum lagi pengetahuan petani kopi yang kurang. Semuanya serba terkait. Selain itu juga lahannya yang berkurang. Sudah banyak kebun kopi beralih jadi kebun sayur dan kolam ikan sekarang ini. Otomatis ini juga mempengaruhi menurunnya hasil panen kopi di Lampung Barat.
Kabar Indonesia :
Saat ini petani kopi juga dihadapkan pada persoalan klasik setiap harinya. Misal, pengetahuan budidaya hingga pasca panen yang kurang, usia tanaman kopi yang sudah terlalu tua, pupuk yang kadang sulit didapat, dan lainnya. Nah, jika Pak Pak Parosil nanti Insya Allah diamanahi jadi pemimpin Lampung Barat lagi, apa pikiran dan langkah-langkah Bapak untuk membantu petani kopi Lambar menghadapi dan menyelesaikan persoalan ini?
Parosil Mabsus :
Kalau saya dipercaya mengemban aman jadi Pemimpin Lampung Barat lagi, saya akan fokus membantu petani kopi Lampung Barat lewat Sekolah Kopi. Saya akan mengoptimalkan dan melengkapi sarana penunjangnya. Karena kalau sarana pendukungnya sudah terpenuhi, saya optimis pengetahuan petani kopi dan warga Lambar tentang kopi akan semakin luas dan terbuka, kopi Lambar akan makin dikenal, mutunya jadi lebih baik, dan harganya akan makin tinggi. Kita harus berpikir begitu. Satu lagi, saya kira dinas terkait seperti Dinas Perkebunan harus lebih sering turun ke lapangan membantu petani.
Kabar Indonesia :
Kemudian apa harapan Pak Parosil yang lain untuk kemajuan kopi Lampung Barat?
Parosil Mabsus :
Pemerintah kabupaten hingga pemerintah pusat harus memperhatikan kopi di Lampung Barat. Kalau tidak, saya khawatir kopi perlahan akan ditinggalkan. Terutama oleh anak muda. Anak muda sekarang hidupnya lebih ilmiah, pengen cepet maju, dan lebih senang tinggal di kota. Jadi harus dilakukan kampanye bahwa kopi ini sekarang sudah jadi budaya hidup masyarakat. Budaya kopi. Alhamdulillah hal itu mulai menunjukkan hasil. Anak muda sekarang mulai mau pulang ke kampung. Mulai dari buka kedai kopi sampai jadi jadi petani. Petaninya beda. Kalau dulu bapaknya nyangkul, sekarang anaknya lebih modern. Jadi manajer kebun dan ngupah orang kerja.
Oleh karena itu, saya ingin bukan hanya pemerintah kabupaten yang getol memperhatikan dan memperjuangkan kopi Lampung Barat. Saya berharap Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Pusat juga memberikan perhatian yang baik pada kopi Lampung Barat dan bagi kemajuannya.