Lampung Barat – Kondisi subjektif lingkungan selalu menentukan situasi kebatinan, pikiran, dan sikap laku seseorang. Begitu pula yang terjadi pada seorang AF. Yogi Amijaya yang lebih akrab dipanggil Yogi. Ia adalah seorang anak muda yang lahir di Pekon Muara Jaya 30 tahun yang lalu. Tepatnya pada 27 Maret 1993.
Terlahir sebagai anak petani kopi dari pasangan Zamroh Zaman Sari (Ayah) dan ibunya seorang guru Rosadah Basith (Ibu), akhirnya menentukan arah jejak langkah Yogi selanjutnya.
Dunia politik bukan hal baru Yogi. Walaupun berasal dari keluarga petani, lingkungan keluarga besar Yogi ternyata memiliki gen politik. Paman jauhnya, Mukhlis Basri adalah Bupati Lampung Barat 2 periode. Begitu pula dengan Parosil Mabsus, paman jauh Yogi yang baru setahun lalu paripurna pada periode pertamanya sebagai Bupati Lampung Barat.
Bercermin atas keberhasilan kedua paman jauhnya tersebut dan didasari oleh lingkungan petani kopi yang menentukan cara pandang hidupnya, Yogi kemudian dalam usia yang masih relatif muda memutuskan untuk masuk ke panggung politik.
Pada pemilihan legislatif 2024, Yogi mencoba peruntungan dan karir politiknya melalui PDI Perjuangan. Ia mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg) nomor 6 dari PDI Perjuangan untuk Daerah Pemilihan (Dapil) 4 Lampung Barat yang meliputi Kecamatan Sumberjaya, Kebun Tebu, Gedung Surian, dan Air Hitam.
Sebagai anak muda yang baru hadir ke panggung politik, Yogi tampil beda dengan semangat dan idealisme menggebu. Anak muda yang menyelesaikan studi Magister Hukum Kenegaraan Universitas Gadjah Mada ini menampilkan performa berbeda dari kebanyakan caleg yang berbeda generasi.
Jika caleg-caleg petahana yang kebanyakan berasal dari generasi sebelum Yogi masih mengandalkan alat peraga kampanye (APK) konvensional seperti kartu nama, spanduk, banner, dan lainnya, Yogi memilih tampil dengan APK berupa video-video pendek dan merangsek maju menggunakan media sosial.
Begitupun urusan idealisme, Yogi sebagai kader muda PDI Perjuangan dengan lantang mengatakan, “Kondisi ekonomi masyarakat di dapilku saat ini sangat memprihatinkan. Karena hasil pertanian dan perkebunan yang mayoritas petani kopi buahnya kurang. Belum lagi ada petani punya hutang di bank dan lainnya.”
Melihat kondisi petani yang serba sulit, mendorong Yogi untuk berpolitik sesuai dengan garis politik yang ia yakini. Ini tercermin dari kehendaknya yang disampaikan, “Izinkan saya berjuang sebagai penyambung suara rakyat untuk kepentingan petani dan pemuda.”
Pada level kehendak, Yogi ingin menjembatani aspirasi masyarakat, memperjuangkan hak-hak warga, dan kesejahteraan masyarakat Lampung Barat. Ia juga ingin mengawasi kinerja pemerintah. Apakah kebijakan-kebijakan pemerintah ini memberikan keberpihakan kepada masyarakat atau sebaliknya.
Sebagai pengagum Bung Karno Yogi juga berusaha menjadikan tokoh idolanya itu panutan. Karena itulah dia menyampaikan janji politiknya jika benar-benar terpilih sebagai Anggota Legislarif Lampung Barat.
“Legislatif itu bukan buat program. Fungsinya anggota DPRD itu menjaga segala sesuatu yg berhubungan dengan kontroling eksekutif. Saya mau bikin ini, bikin itu, ya tidaklah. Tetapi segala sesuatu itu di DPRD itu ada yg namanya quorum kalau di dalam itu tidak kuorumkan tidak bisa juga membuat kebijakan,” ujarnya menggebu.
Yogi juga sebagai pengagum Bung Karno meyakini jika kalau ingin jadi politisi dekatlah dengan rakyat. Karena nafasnya itu ada di rakyat.
“Setinggi-tingginya kita sekolah, seluas-luasnya jaringan kita, atau saudaranya siapa kita ini, itu tidak ada artinya kalau kita tidak bisa memenangkan hati rakyat,” ujarnya.
Di penghujung Yogi mengatakan, “Ada orang tiap pemilu pakai uang. Itu tidaak beretika sama sekali dibeli suaranya. Masa suaranya dibeli? Suara itu di titipkan. Mudah-mudahan ilmu yg saya miliki dan dengan segenap tenaga, saya bisa membawa dampak dengan cara kita bergotong royong.”
Yasir Arafat