Seratusan Perempuan Pejuang Rekomendasikan Enam Poin untuk Perlindungan Perempuan Pejuang HAM dan Lingkungan di Indonesia

- Editor

Kamis, 7 Maret 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Seratusan perempuan dari 23 provinsi di Indonesia melakukan Temu Perempuan Pembela HAM dan Lingkungan di Hotel Diraja, Jakarta pada Rabu dan Kamis (6-7/3/2024).

Seratusan perempuan dari 23 provinsi di Indonesia melakukan Temu Perempuan Pembela HAM dan Lingkungan di Hotel Diraja, Jakarta pada Rabu dan Kamis (6-7/3/2024).

Jakarta, Kabarindonesia.co

Lebih dari 100 perempuan pembela HAM dari 24 provinsi di Indonesia berkumpul di Jakarta dalam Temu Perempuan Pembela Hak Azasi Manusia (HAM) yang berlangsung selama 2 hari, 6-7 Maret 2024 di Hotel Diraja.

Para perempuan pembela HAM dan lingkungan yang terlibat dalam acara tersebut berasal dari 14 organisasi non-pemerintah (ornop) seperti WALHI, Kemitraan, Greenpeace Indonesia, Solidaritas Perempuan, AKS!, ICEL, KontraS, PBHI, Sawit Watch, KNTI, JATAM, Mama Aleta Fund, TKPT, dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN).

Dalam siaran persnya, para perempuan pembela HAM dan lingkungan ini menyampaikan fakta, bahwa Pemerintah serta aparat penegak hukum (APH) di Indonesia masih gagal memberikan perlindungan terhadap perempuan pembela HAM dan pejuang lingkungan.

Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan (SP) sekaligus narahubung acara tersebut, Armayanti Sanusi menyampaikan jika berbagai kebijakan perlindungan HAM tidak dijalankan oleh negara, termasuk mengimplementasikan pasal 66 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

“Dari data yang kami dapat dari WALHI tahun 2024, ditunjukkan dengan sebanyak 1.054 orang yang terdiri dari 1.019 laki-laki, 28 perempuan, dan 11 anak-anak diduga mengalami kriminalisasi akibat memperjuangkan lingkungan. Ini terjadi selama dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi,” ungkap Arma.

Disampaikan juga, sejumlah besar kriminalisasi terjadi disektor-sektor agraria, pertambangan, Proyek Strategis Nasional (PSN), proyek energi, dan proyek iklim lainnya.

Baca Juga :  Firli Bahuri Resmi Diberhentikan Jokowi Sebagai Ketua KPK

Selain kriminalisasi, para perempuan pejuang lingkungan juga kerap mengalami intimidasi, serangan fisik, kekerasan verbal, bahkan kekerasan seksual. Sehingga perempuan pembela HAM dan pejuang lingkungan adalah entitas yang paling rentan mengalami ketidakadilan dan kekerasan berlapis dan trauma kolektif.

“Namun celakanya, pasal 66 UU PLH tidak mampu membentengi para pejuang lingkungan, khususnya perempuan pejuang lingkungan,” kata Arma.

Persoalan Dasar UU PLH

Dalam siaran persnya, para perempuan pembela HAM dan pejuang lingkungan juga melihat dua persoalan mendasar mengapa pasal 66 UU PLH tidak operasional.

Pertama, secara substansi terdapat ketidakjelasan beberapa unsur, seperti kejelasan definisi, arah jangkauan, kriteria serta operasionalisasi Anti-SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) dalam sistem hukum.

Bahkan hingga saat ini, tidak ada aturan pelaksana berkaitan dengan implementasi Pasal 66.

Kepolisian sebagai APH yang pertama sekali bersentuhan dengan SLAPP tidak memiliki kebijakan yang menjadi payung hukum perlindungan perempuan pembela HAM dan lingkungan.

Kedua, secara struktur hukum, tidak banyak APH yang memiliki perspektif lingkungan dan memahami bahwa perempuan pembela HAM dan lingkungan  memiliki hak imunitas. Selain itu, Kementerian/Lembaga tidak memiliki mekanisme koordinasi yang jelas terkait Anti-SLAPP, sehingga masih sangat sektoral.

Rekomendasi Perempuan Pembela HAM dan Lingkungan

Persoalan mendasar ini menjadi dasar bagi perempuan pembela HAM dan lingkungan merekomendasikan beberapa hal sebagai upaya memperkuat implementasi regulasi perlindungan bagi mereka, perempuan yang bergelut sebagai perempuan pembela HAM dan lingkungan.

Baca Juga :  Tingkatkan Kemampuan Dan Pengetahuan, DWP Lambar Gelar Sosialisai Pencehan Kekerasan Perempuan dan Anak

“Terhadap kondisi memprihatinkan yang telah menimpa para perempuan pembela HAM dan lingkungan tersebut, kami (perempuan pembela HAM dan lingkungan) merekomendasikan 6 hal kepada negara,” ujar Arma.

Pertama, memastikan dan mendesak negara untuk menjalankan mandat pasal 66 UU PPLH, termasuk menyusun regulasi turunan implementasi pasal 66 UU PPLH yang berkeadilan bagi perempuan pejuang lingkungan dan HAM.

Kedua, mendorong pemerintahan ke depan untuk menjadikan agenda perlindungan perempuan pembela HAM dan pejuang lingkungan sebagai agenda prioritas negara ke depan.

Ketiga, Anti-SLAPP harus memastikan perlindungan bagi setiap orang, khususnya perempuan yang berpartisipasi dan terlibat pengambilan keputusan dalam ruang publik untuk menentukan kebijakan, hukum, politik dan model pembangunan serta perlindungan lingkungan hidup.

Keempat, mekanisme Anti-SLAPP harus memastikan adanya pemulihan bagi para perempuan pembela HAM dan lingkungan, seperti pemulihan psikologis, kerugian moral, sosial dan kerugian finansial yang diderita.

Kelima, Pemerintah segera menyusun mekanisme koordinasi yang jelas terkait Anti-SLAPP bagi seluruh K/L terkait.

Keenam, kepolisian sebagai APH yang pertama sekali bersentuhan dengan SLAPP harus memiliki kebijakan yang menjadi payung hukum perlindungan perempuan pembela HAM dan lingkungan.

Agus Guntoro

Berita Terkait

FSPI Desak Kejaksaan Agung Usut Dugaan Korupsi yang Libatkan Noer Fajriansyah Terkait Kasus Impor Gula Tom Lembong
H. Abu Bakar Jamalia : Kami Perjuangkan Status PPPK Penuh Waktu
Ratusan Honorer Tuntut P3K di Depan Kantor Bupati Bungo
Sterilkan!!! Kawasan Cagar Budaya Nasional dari Stockpile serta Perusahan yang Mengancam Masyarakat dan Kawasan Cagar Budaya!!!
Kemenpora: Wujudkan Gen Z Berkualitas Melalui Ekosistem Pendidikan dan Kewirausahaan
JEB Adakan Dialog Publik Peta Jalan Transisi Energi yang Adil dan Berkelanjutan
Paman Acong Dipercaya Menjadi Bendahara JMSI Pusat
DPR RI Tetapkan Bidang dan Mitra Kerja pada Masing-masing Komisi untuk Periode 2024-2029
Berita ini 73 kali dibaca

Berita Terkait

Rabu, 5 Februari 2025 - 19:28 WIB

FSPI Desak Kejaksaan Agung Usut Dugaan Korupsi yang Libatkan Noer Fajriansyah Terkait Kasus Impor Gula Tom Lembong

Rabu, 5 Februari 2025 - 12:00 WIB

H. Abu Bakar Jamalia : Kami Perjuangkan Status PPPK Penuh Waktu

Jumat, 24 Januari 2025 - 17:12 WIB

Ratusan Honorer Tuntut P3K di Depan Kantor Bupati Bungo

Sabtu, 2 November 2024 - 18:11 WIB

Sterilkan!!! Kawasan Cagar Budaya Nasional dari Stockpile serta Perusahan yang Mengancam Masyarakat dan Kawasan Cagar Budaya!!!

Jumat, 1 November 2024 - 10:09 WIB

Kemenpora: Wujudkan Gen Z Berkualitas Melalui Ekosistem Pendidikan dan Kewirausahaan

Minggu, 27 Oktober 2024 - 18:11 WIB

JEB Adakan Dialog Publik Peta Jalan Transisi Energi yang Adil dan Berkelanjutan

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 10:10 WIB

Paman Acong Dipercaya Menjadi Bendahara JMSI Pusat

Kamis, 24 Oktober 2024 - 18:11 WIB

DPR RI Tetapkan Bidang dan Mitra Kerja pada Masing-masing Komisi untuk Periode 2024-2029

Berita Terbaru

Maaf !!! Tidak Dapat Disalin