Bengkulu, Kabarindonesia.co
Beberapa perwakilan masyarakat Provinsi Bengkulu menemui Calon Wakil Presiden (Cawapres) Mahfud MD nomor urut 3, Mahfud MD di Kafe Kontainer Bandara Fatmwati Bengkulu pada Selasa (6/3/2024) pukul 13.00 WIB.
Kedatangan perwakilan masyarakat Bengkulu yang berasal dari Paguyuban Masyarakat Jawa Bengkulu (PMJB) serta beberapa kepala desa tersebut dalam rangka menyampaikan kasus-kasus agraria yang terjadi di Provinsi Bengkulu.
Hadir pula tokoh mahasiswa Aktivis Angkatan 1998, Usin Abdisyah Putra Sembiring yang akrab disapa Bang Usin.
Dalam sesi dialog, Poniman perwakilan petani Bengkulu yang juga juga aktif di PMJB menyampaikan dokumen tertulis berisi daftar masalah di Bengkulu seperti infrastruktur jalan pedesaan di kabupaten-kabupaten yang rusak parah dan perlunya peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang menjabat sebagai perangkat desa.
“Hampir setiap kabupaten di Provinsi Bengkulu terjadi konflik agraria. Yang paling tinggi konflik dengan perkebunan besar, pertambangan batu bara, dan emas serta dengan kawasan lindung negara,” kata Poniman.
Menurut Poniman, Bengkulu yang luasnya kurang dari 2 jt hektar dengan kawasan lindung hampir 50% dan selebihnya dikuasai perkebunan dan pertambangan.
“Sehingga luasan untuk masyarakat sangat sempit,” lanjut Poniman.
Penyelesaian konflik agraria di Bengkulu menurut Poniman, menyangkut ruang kelola rakyat dan berhubungan langsung pada statistik kemiskinan Bengkulu yang lebih dari 14,34% nomor dua termiskin di pulau Sumatera setelah Daerah Istimewa Aceh.
“Kami juga menyampaikan kerusakan lingkungan dan polusi akibat PLTU di Teluk Sepang, Kota Bengkulu’, ujar Poniman.
Selain Poniman, Kanopi Hijau Indonesia melalui Ketua Pengurusnya Ali Akbar juga menitipkan kepada Mahfud MD soal terancamnya habitat gajah di Seblat Bengkulu Utara akibat masifnya perkebunan besar yang menghabiskan lahan koridor gajah Sebelat.
“Kami berharap pada Prof. Mahfud selaku ahli hukum, menyangkut kasus-kasus agraria dapat ikut serta menyelesaikan masalah tersebut,” ujar Ali Akbar.
Untuk diketahui, konflik agraria juga memicu percepatan kasus-kasus kerusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan tambang di Bengkulu Tengah yang menyebabkan banjir tahunan meningkat di Kota Bengkulu dan Bengkulu tengah.
Juga terdapat kasus perusahaan perkebunan PT Daria Dharma Pratama (DDP) yang menggugat Harapandi, Rasuli dan Ibnu Amin, 3 petani miskin dari desa sibak sebesar 7,2 milyar.
Ada juga kasus PT. Injatama yang merusak Daerah Aliran Sungai (DAS) di Bengkulu Utara. Termasuk juga kasus tambang pasir besi di Seluma yang menghancurkan ekosistem laut yang mengancam habitat pesisir yang berujung hilangnya penghasilan nelayan kecil.
N. Sastro